Rumah Bubungan Tinggi / Baanjung
- AbstractBanjar vernacular houses remain one of Indonesia's significant cultural heritage, although their existence is now fading. Settling on the Barito River banks, parts of the Banjar indigenous community still live in traditional floating shelters such as Rumah Lanting and Rumah Panggung. On the other hand, a more regalian trace of the Banjar community manifests itself in the form of Rumah Bubungan Tinggi, one of the oldest architecture that represents their early dwelling form.
- Architecture
Building Plan
Rumah Bubungan Tinggi terbagi menjadi 8 ruang, antara lain: 1. Plataran, 2. Panampik Kacil, 3. Panampik tengah, 4. panampik basar / ambin sayup, 5. Palidangan / ambin dalam, 6. Panampik bawah / panampik dalam, 7. padapuran, dan 8. dua sayap Anjung.
Muasal nama Bubungan Tinggi merujuk pada bentuk atap pelana yang menajam ke atas dengan kemiringan 45-60 derajat. Pada denah mula era kesultanan Banjar, Bubungan Tinggi hanya berbentuk persegi panjang, sementara anjung kiri dan kanan adalah unit tambahan yang disebut sebagai Pisang Sasikat (pisang sesisir), sehingga rumah Bubungan Tinggi juga dikenal sebagai rumah Baanjung. Pada Bubungan Tinggi, jarak antar lantai menciptakan jenis ambang yang disebut watun. Watun menentukan fungsi ruang dan status kepentingannya. Misalnya ruang tertinggi adalah palidangan, dimana pusat aktivitas keluarga yang bersifat privat berlangsung. Setiap watun berselisih tinggi 2 jengkal atau 30 cm.
Keterangan: 1. Plataran: teras / pendopo, 2. Panampik kacil: ruang tamu kecil 3. Panampik tengah: ruang tamu tengah, 4. panampik basar / ambin sayup: ruang tamu utama, 5. Palidangan / ambin dalam: ruang aktivitas keluarga, 6. Panampik bawah / panampik dalam: ruang makan, 7. Padapuran: ruang dapur, dan 8. dua sayap Anjung: kamar tidur.
Referensi ukuran
1. Palatar . 7 x 3 meter
2. panampik kacil . 7 x 3 meter
3. panampik tangah : 7 x 5 meter
4. panampik basar . 7 x 5 meter
5. palidangan : 7 x 7 meter
7. panampik dalam . 7 x 5 meter
7. padapuran . 7 x 3 meter
8. anjung : 5 x 7 meter.
Detail fungsi setiap ruang antara lain:
-
Plataran atau teras merupakan ruang terluar yang ditemui setelah menaiki tangga, bersifat publik bagi tamu yang datang. Kemudian memasuki lawang hadapan (pintu masuk).
-
Panampik adalah ruang-ruang bertamu pada rumah Bubungan Tinggi. Pertama panampik kacil dengan ambang lantai yang disebut Watun sambutan, setelah itu panampik tangah dengan ambang Watun Jajakan, kemudian panampik basar juga dengan ambang Watun Jajakan. Ketiga unit ruang ini dipisahkan oleh ketinggian lantai yang berbeda. Umumnya tamu kesultanan dijamu di panampik basar. Pada panampik basar terdapat dinding tawing halat sebagai pembatas ruang antara semi-publik dan privat.
-
Palidangan / ambin dalam adalah ruang di balik tawing halat yang merupakan ruang keluarga. Hanya tamu tertentu yang boleh melewati tawing halat. Ruang palidangan merupakan bagian terluas dan tertinggi dalam rumah Bubungan Tinggi. Di sudut kiri palidangan terdapat lantai jarang, yakni lantai kayu yang disusun berjarak sehingga menghasilkan celah jatuh air saat memandikan jenazah keluarga.
-
Panampik bawah / panampik dalam: ruang makan dengan ambang Watun Jajakan. Di sarnping itu, ruang penarnpik dalam ini digunakan pula sebagai tempat penyimpanan barang pecah belah seperti piring, rnangkok, gelas, teko yang tersusun dalam lernari atau rak. Kemudian, pada saat menerima tamu ruang penampik dalam ini dipergunakan pula sebagai ruang tamu wanita.
-
Padapuran / padu adalah ruang dapur dengan ambang yang disebut Watun Juntaian. Ruangan ini berisi atangan atau tempat memasak, salaian atau tempat mengeringkan kayu api, dan pajijiban, padaguran atau tempat mencuci piring dan pakaian. Selain itu juga digunakan sebagai lumbung padi.
-
Anjung berada di sisi kanan dan kiri palidangan sebagai kamar tidur. Anjung kanan ditempati oleh orang tua sementara anjung kiri untuk anak. Di sini terdapat 3 lapis kasur dengan kelambu nyamuk. Anjung kerap digunakan sebagai ruang pingitan anak perempuan dan penyimpanan barang-barang berharga.
Building structure
-
Struktur utama rumah Bubungan Tinggi menggunakan sistem thiang (tiang: kolom praktis) yang berdiri di atas lantai, dan tongkat (tiang pancang) yang menancap ke tanah rawa. Pada pangkal tongkat dibuat pondasi kacapuri untuk mengikat kayu dengan dasar tanah. Jenis kayu yang digunakan adalah kayu ulin atau kayu besi (eusideroxylon zivageri) yang dapat bertahan ratusan tahun. Pilihan lain kayu yang lebih mahal adalah kayu kapur naga atau bitangur (calophyllum spec).
-
Rumah Bubungan Tinggi memerlukan sekitar 60 batang thiang dengan panjang sekitar 12 m dan lebar serta ketebalan sekitar 20 cm. Sedangkan tongkat berjumlah 120 sampai 150 batang dengan panjang sekitar 5 m dengan ketebalan sekitar 20 cm.
-
Barasuk adalah sistem sambungan kayu antara balok-balok atau hasil pahatan-pahatan balok dengan balok lainnya, sedang sistem pasak adalah penggunaan pasak kayu Ulin untuk sambungan pondasi.
-
Susunan thiang yang berdiri secara vertikal dilubangi persegi pada posisi galangan, kemudian dipasangi balok sehingga tiang-tiang saling menyatu sebagai struktur tiang-balok.
-
Semua konstruksi minor bagian bangunan rumah, seperti pertemuan balok pada lantai palatar, panampik, watun, tafahan, dan Iainnya menggunakan sambungan barasuk.
-
- Atap: Secara tradisional, rumah adat Banjar mempergunakan atap sirap yang terbuat dari kayu ulin dan atap daun rumbia (sagu: Metrosey Lon Sagu).
-
- Social & Culture
Sistem Sosial: sistem kemasyarakatan dengan rumah
Bubungan Tinggi adalah tipe rumah suku Banjar yang paling tua dengan fungsi sebagai istana Sultan Banjar. Namun sejak kesultanan dihapuskan pada tahun 1905, Bubungan Tinggi ditempati oleh ahli waris keturunan sultan.
Orang Banjar yang mendirikan rumah mengikuti adat istiadat yang disebut Batajak Rumah. Adat istiadat itu diharapkan penghuni rumah kelak akan hidup dalam rumah tangga yang tenteram, dan penuh kedamaian yang menurut istilah daerah Banjar disebut Hidup Ruhui Rahayu dan Tuntung Pandang.
Ketika diadakan selamatan atau kenduri (walimah), ruang panampik basar digunakan sebagai ruang yang tertinggi tempat duduk para alim ulama, para tetua kampung, dan orang-orang tua. Ruang panampik tangah adalah tempat duduk para pemuda dan ruang panampik kacil yang lebih bawah letaknya adalah tempat duduk anak-anak. Sementara pada upacara perkawinan, ruang panampik basar di depan tawing halat dipergunakan sebagai tempat mempelai bersanding. Dalam adat orang Banjar tidak semua berhak duduk di dekat tawing halat selain tetua yang pandai berbicara atau membacakan doa.
Sistem rumah: sistem hunian rumah
Suku Banjar menganut sistem matrilineal, sehingga kepemilikan dan pewarisan rumah merupakan hak garis keturunan perempuan. Dalam perkawinan antar golongan, seorang pria jaba (rakyat biasa) yang hendak menikahi perempuan tutus (keturunan raja) perlu mengadakan acara penebusan yang disebut manabus purih, sementara mempelai wanita harus melepaskan gelar kebangsawanannya.
- Geography
Banjarmasin
Banjarmasin memiliki luas wilayah 72km2 dengan ketinggian 0.16 meter di bawah permukaan laut. Situasi geografis ini menyebabkan dataran Banjarmasin didominasi oleh rawa-rawa karena kandungan air yang tinggi. Di sisi lain, Banjarmasin dikelilingi oleh sungai besar yang mempengaruhi lingkungan binaan hingga pola kehidupan masyarakatnya. Sungai Barito merupakan sungai utama dengan beragam anak sungai lainnya, antara lain sungai Kuin, sungai Alalak, dan Sungai Muara Mantuil. Kedekatan dengan sungai ini mempengaruhi mulai dari orientasi rumah menghadap sungai, struktur rumah, bentuk transportasi, hingga taktik ekonomi yang bekerja mengikuti alirannya
- Symbolic Classification
Simbol Kosmologi / mitologi
Ornamen-ornamen pada Bubungan Tinggi dipenuhi oleh ukiran-ukiran khas Banjar. Pada tawing halat, terdapat ukiran menyerupai daun kangkung dan buah manggis. Dengan dominasi warna pada ukiran umumnya hijau, biru, dan kuning. Berikut adalah pemaknaan dari setiap detail ornamen:
-
Daun kangkung bermakna ketahanan di musim kemarau.
-
Buah manggis menggambarkan keterbukaan.
-
Warna hijau erat kaitannya dengan nuansa alam, biru melambangkan langit, dan kuning merupakan warna lambang kerajaan Banjar.
-
Pada tawing halat juga ditemukan ukiran kaligrafi bertuliskan pujian-pujian kepada Allah SWT.
Kepustakaan dan Kredit
Hartanto, Robin, et al. Banjar.Sungai.Arsitektur: Rekaman Arsitektural Ekskursi Banjar 2010 Universitas Indonesia. Depok: Departemen Arsitektur FTUI.
Seman, Syamsiar. (1982). Rumah Adat Banjar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Penyunting: Bangkit Mandela -