Uma Leme of Donggo
- AbstractBima region lies in eastern Nusa Tenggara Barat, specifically Sumba Island. The folk of Bima is known as mbojo, a moniker derived from the marriage between the Javanese predecessor and Bima's native women. In Donggo and Sambori village, there are 5 forms of traditional architecture: Uma Leme, Uma Mbolo, Jompa, Uma Ruka dan Uma Lengge. The documentation below focuses on Uma Leme, the house for tribe leader (ncuhi), which is also recognized as the first of Bima traditional architecture.
Bima Traditional Dwelling Slides Gallery Slides Gallery - Architecture
Ume Leme
Uma Leme terdiri atas sebuah lantai utama yang menjadi area aktivitas pemilik rumah. Ukuran yang digunakan menggunakan lipa, yaitu ukuran yang diperoleh dari ruas ujung jari tengah kanan hingga ruas ujung jari kiri pada seseorang. Dalam pembangunan apapun di Donggo, ukuran lipa yang digunakan mengacu pada ukuran kepala keluarga yang hendak membangun rumah.
Struktur
Konstruksi
Sistem pada Uma Leme berupa struktur penopang. Empat buah kolom utama menopang struktur atas yang berupa segitiga yang diselubungi alang - alang. Ia menggunakan konstruksi panggung dengan pondasi yang terbentuk dari empat buah tiang. Selain berfungsi untuk menjaga bangunan agar tahan dari gempa, bentuk panggung ini berfungsi untuk menghindari hewan liar agar tidak masuk ke dalam rumah. Khusus pada Uma Leme milik ncuhi (kepala adat) terdapat perpanjangan atap berupa teras yang digunakan untuk menerima tamu.
Zonasi
Pada bagian bawah lantai utama, terdapat sebuah teras yang menjadi tempat pemilik rumah untuk menerima tamu. Ketika memasuki Uma Leme, area sebelah kanan dari arah pintu masuk merupakan area aktivitas keluarga seperti beristirahat, tidur, makan, dan menerima tamu. Sedangkan pada sisi kiri dari pintu masuk merupakan area memasak yang ditandai dengan kehadiran sebuah tungku, dengan tempat mencuci berada sejajar di belakangnya. Pada bagian paling belakang merupakan ruang untuk menyimpan padi dan hasil kebun lainnya.
- Social & Culture
Tatanan
Tatanan Sosial
Kehidupan masyarakat Donggo, pada khususnya Dusun Mbawa II, masih kental dengan unsur adat istiadat. Pola kehidupan masyarakat dibentuk terpusat kepada Tuhan. Sehingga tata cara pengambilan keputusan dan permohonan doa yang dilakukan masih menurut pada kepercayaan adat. Dalam pelaksanaannya, kedua kegiatan ini dipimpin oleh kepala adat yang mereka sebut ncuhi. Pengambilan keputusan masyarakat Donggo, yang dilakukan secara komunal, dilakukan hampir serupa dengan tata cara musyawarah dengan diskusi yang dipimpin oleh ncuhi, bersama jajaran warga yang bersangkutan, serta warga desa sebagai saksi. Adapun pengambilan keputusan yang dilakukan oleh ncuhi seorang diri, yaitu pada penentuan tanggal baik, semisal untuk upacara. Pada kegiatan permohonan doa, ncuhi didukung oleh ompu sando (dukun) untuk menghubungkan masyarakat kepada ndoi (leluhur yang dipercaya memiliki kesaktian tertentu). - Geography
Kabupaten Bima
Wilayah Kabupaten Bima beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan relatif pendek. Kabupaten Bima adalah daerah berkategori kering sepanjang tahun yang berdampak pada kecilnya persediaan air dan keringnya sebagian besar sungai.
Desa Mbawa II, Kecamatan Donggo
Donggo merupakan sebuah kecamatan yang terletak di sebelah barat teluk Bima, tepatnya di kaki Gunung Doro Oromboha. Posisi Donggo yang terletak di kaki gunung ini terlihat dan terasa jelas di perkampungan mereka yang memiliki kontur cukup curam dan dikelilingi oleh jurang. Jumlah penduduk dusun Mbawa II memiliki sebanyak sekitar 40 keluarga. Kontur bukit diolah oleh masyarakatnya membentuk serupa terasering yang diisi oleh rumah-rumah dengan susunan dan orientasi yang sama. Pola tanah berbentuk terasering ini disebut masyarakatnya sebagai nteli.
- Settlement Pattern
Pola Kampung
Pola kampung Donggo terbentuk dari susunan nteli yang terhubung oleh tebing disekitarnya. Kondisi ini menjadikan tebing dan batuan sebagai akses utama dari satu nteli ke nteli lainnya. Sehingga terbentuk pola akses dengan arah vertikal dan horizontal disaat penduduk melewati nteli tersebut. Pola vertikal terbentuk oleh jalur panjat bebatuan nteli, sementara sirkulasi horizontal melalui celah yang tersisa antar rumah dan tepian nteli.
Orientasi
Masyarakat di Dusun Mbawa II memiliki kepercayaan bahwa rumah mereka sebaiknya tidak menghadap ke arah barat karena merupakan arah hadap muka jenazah saat dikuburkan. Hampir seluruh orientasi bangunan menghadap ke arah utara atau selatan, dan jika ada rumah yang menghadap timur, maka pada sisi barat rumah tersebut tidak akan diletakkan pintu sebagai akses keluar maupun masuk.
Kepustakaan
Alfansi, Zarina, et al. (2018). Bima, Antara Padi dan Arsitektur: Ekskursi Bima. Depok: Departemen Arsitektur FTUI.
Penyunting: Ghina Azharia, Bangkit Mandela