Amu Pemau: Boat Shaped House
- AbstractSabu - Raijua, a pair of islands with ancient heritage, is the birthplace of the Do Hawu (the Sabu people). Among its rich cultural traditions, the people of Sabu continue to uphold the practice of building and living in traditional houses, one of which is Ammu Kepue, the ancestral house believed to be the first home of the Sabu people.
Sabu Traditional Dwelling Slides Gallery Slides Gallery - Architecture
Ammu Kepue
Ammue Kepue adalah jenis rumah adat Sabu untuk tempat tinggal kepala suku dan upacara adat. Ia menaungi ritual kelahiran, pernikahan, serta kematian. Lokasinya selalu berdekatan dengan pohon Nitas yang menjadi titik poros kampung.
Struktur
Konstruksi
Pendirian Ammu Kepue dikepalai oleh seorang Mone Ama (ketua adat) yang bertindak sebagai pengawas. Pekerjaan dilakukan secara bergotong royong tanpa dibatasi usia dan jenis kelamin. Pembangunan dimulai dengan upacara pemotongan hewan, kemudian dilanjutkan dengan pemancangan dua kolom utama yang disebut Gala Benni dan Gala Mone, disusul dengan kolom penompang lantai, bidang lantai, kemudian rangka dan tutup atap. Tahap terakhir konstruksi ditandai dengan pemasangan Rukoko (mahkota atap).
Setelah rumah berdiri menyusul acara memberi makan rumah. Warga berbondong-bondong melempari benda-benda berharga ke atap untuk mendoakan penghuni rumah sejahtera hingga akhir hayatnya. Ritual konstrusi diakhiri dengan penyembelihan anjing yang disajikan bagi semua yang terlibat dalam pembangunan rumah.
Material Ammu Kepue dominan menggunakan kayu lontar, kayu besi, dan kayu merah secara acak, kecuali kayu Kola untuk lengkungan rangka atap. Pertemuan kolom-balok menggunakan kuncian tendon-mortis yang digurat tangan, lalu diperkuat dengan tali pengikat dari daun lontar.
Zonasi
Zona laki-laki dan perempuan dipisahkan oleh kedua kolom Gala Benni dan Gala Mone. Rasio luas antara zona untuk laki-laki dan perempuan sekitar 1:3 berdasakan ruang geraknya. Ada tiga ruang kelaga (teras). Kelaga Rai adalah beranda rumah untuk ruang sosial, Kelaga Dammu adalah lantai 2 untuk menyimpan alat makan dan memasak, Kelaga Ae untuk menyimpan benda pusaka seperti gong dan keris.
- Social & Culture
Sejarah Lisan
Kisah Pulau Sabu bermula ketika dua anak raja langit bernama Liku Liru dan Kuji Liru turun ke bumi untuk memancing. Mereka bertemu seorang pemuda bernama Kika Ga yang tinggal disana dan membuka pertemanan. Raja langit mengajak Kika Ga untuk hidup bersama mereka. Kika Ga kemudian diangkat menjadi anak dengan nama baru Kika Liru.
Namun tanah yang ditinggalkan oleh Kika Ga perlahan mati. Ia sadar bahwa rumahnya bukan di langit. Ia kembali ke bumi untuk menghidupkan kampung halamannya. Melihat Kika Ga bersusah payah, Kuji Liru mengubah dirinya menjadi seekor burung untuk membantu mengangkut tanah dari pulau Raiju di seberang tanah Kika Ga. Tanah-tanah itu perlahan menjadi daratan luas yang kini dikenal sebagai Pulau Sabu.
Suku Sabu diyakini mulai bertinggal di gua-gua batu yang disebut Lie Ama Appu. Kemudia bentuknya berkembang menjadi naungan yang disebut Ammu Woheguru berupa sebuah tiang karpus dan dedaunan yang memayung. Bentuk berikutnya disebut Ammu Leo Baja berupa alas, empat tiang penyangga, dan atap. Tiga bentuk terakhir bertahap disebut Ammu Hawwu, Ammu Ae, lalu Ammu Rukoko.
Perkembangan Arsitektur
Sedikitnya ada empat jenis rumah adat masyarakat Sabu berdasarkan fungsinya:- Ammue Kepue: Rumah adat induk yang berfungsi sebagai tempat tinggal kepala suku dan tempat upacara desa.
- Ammu Hawu: Rumah tinggal untuk satu anggota keluarga.
- Ammu Pemau: rumah untuk menampung warga saat upacara kematian.
- Ammu Kowe: tempat berkumpul para ina (ibu) dan tempat menenun.
Pedoman & Ritual
Pedoman Adat
Masyarakat adat Sabu menganut kepercayaan animisme bernama Jingitiu. Mereka percaya setiiap dewa memiliki tugas masing-masing dalam tiap ritual adat. Entitas tertinggi mereka adalah Deo Ama, Yang Maha Tinggi, awal dari alam semesta dan segala yang ada di dalamnya. Deo Ama dibedakan menurut fungsinya:1. Deo Jawi: Roh yang memberi, memelihara, dan mengakhiri kehidupan
2. Deo Woro: Roh yang menciptakan alam semesta dan isinya
3. Deo Toda: Roh yang menghimpun dan mengatur segala ciptaan-Nya.Adapun Dewa lain yang membantu Deo Ama adalah:
1. Deo Ha'ba Wadu: Deo yang bertugas saat musim sadap lontar.
2. Deo Ha'banga Heleo Ha'ba: Deo yang bertugas saat musim tanam hingga musim panen.
3. Deo Pa'da Deo Bata: Deo yang bertugas mengayomi dan menjaga kesuburan padang rumput dan keselamatan hewan ternak.Ritual adat utama Do Hawu (Orang Sabu) terdiri dari upacara kelahiran, perkawinan, dan kematian. Ia juga diwarnai dengan perayaan dan kegiatan lain sepanjang penanggalan adat masyarakat Sabu.
Kelahiran
Upacara kelahiran dimulai sejak 3 bulan kehamilan berupa upacara Happo Kebake, yakni penyembelihan 2 ekor babi. Hari kelahiran disambut dengan Lodoki'ii Pana Kelae berupa santap kambing dari menantu laki-laki di rumah mertuanya. Kemudian Pewie Ngara, upacara pemberian nama berdasarkan jenis kelamin sang bayi mengikuti ayah atau ibunya. Tali pusar bayi dikantungkan ke wadah anyaman untuk digantung pada cabang pohon. Lalu, bayi dimandikan di kandang mandi dari daun lontar.Pada hari ketiga, ada upacara Happ'o Ana, yakni penyambutan anak. Dilanjutkan dengan upacara Dabb'a Ana atau pemandian dan cukur rambut bayi yang hanya boleh dilakukan pada bulan Daba di hari ketiga belas.
Pernikahan
Ritual Perkawinan dimulai dari masa melamar. Laki-laki memberikan mas kawin berupa hewan ternak dan sirih pinang di atas kenoto (wadah anyaman daun lontar) di rumah pihak wanita. Kenoto yang dibuka oleh calon mempelai wanita menandai lamaran sang lelaki diterima.Kematian
Orang Sabu melihat kematian sebagai perjalanan pulang. Ada dua jenis kematian, Made Nata (mati manis karena sebab alami karena usia atau sakit), dan Mate Haro (mati asin karena sebab ganjil seperti kecelakaan atau bunuh diri). Keduanya dipulangkan secara berbeda.Tari Pedoa
Tari Pedoa adalah tari perayaan setelah panen. Tarian ini disertai dengan nyanyian berisi doa-doa atau pujian terhadap Dewa sebagai ucapan syukur terhadap hasil panen tahun itu. - Geography
Kabupaten Sabu
Kabupaten Sabu Raijua adalah kepulauan dengan total luasan wilayah 460,54 km2. Batas wilayah kabupaten Sabu Raijua meliputi Laut Sabu di bagian Utara, Timur dan Barat dan Samudera Hindia di bagian Selatan. Kabupaten Sabu Raijua dibagi menjadi enam wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Raijua, Sabu Barat, Hawu Mehara, Sabu Timur, Sabu Liae dan Sabu Tengah.
Rata-rata ketinggian wilayah di Kabupaten Sabu Raijua adalah 0-100 meter dpl, dengan dataran rendah di sekitar wilayah pesisir dan dataran tinggi di sebagian wilayah Sabu Tengah, Sabu Barat, Liae, Mehara dan Raijua. Umumnya kondisi morfologis permukaan tanah di Sabu Raijua berbukit-bukit dengan kemiringan 0-15% di wilayah Barat dan Timur dan kemiringan 15- 40% di wilayah Sabu Tengah, Sabu Barat, Liae, Mehara dan Raijua
Desa Lede Tadu
Desa Lede Tadu berada di Kecamatan Sabu Barat, Mesara. Kondisi geografis di Sabu Barat yang umumnya berbukit-bukit membuat pola kampungnya sedikit berbeda dengan yang berada di Sabu Timur. Kontur tanah cenderung meninggi dari barat ke timur (selisih 30 mdpl sepanjang kampung). Rumah warga tak mengikuti kontur ini, tiap lahan rumah selalu diurug sebelum dibangun.
- Symbolic Classification
Simbol Fisik
Pohon lontar merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat Sabu Raijua. Karena kondisi cuaca yang kering, tumbuhan yang paling banyak bertahan adalah pohon lontar. Seluruh bagian pohon ini dimanfaatkan oleh masyarakat Sabu dalam segala aspek kehidupannya. Air lontar yang dihasilkan dapat diolah menjadi gula atau sopi. Untuk membangun rumah, bagian yang diambil dari pohon lontar adalah kayu, pelepah, dan juga daun. Kayu lontar sangat keras dan tidak mudah lapuk sehingga sangat baik untuk digunakan sebagai pondasi utama dan struktur atap. Pelepah daun lontar digunakan sebagai tali pengikat kayu-kayu pada struktur atap. Daun lontar digunakan sebagai dinding dan penutup atap rumah adatnya.
Siklus kehidupan masyarakat Sabu dalam satu tahun didasarkan pada siklus hidup pohon Lontar. Pada bulan Mei, masyarakat Sabu melakukan pedoa puruluko (permandian). Pada purnama bulan Juli, dilaksanakan Pehere Djara. Pehere Djara merupakan sebuah hiburan sebagai penanda bahwa musim tanam sudah berakhir. Pola ini didasarkan atas sembilan amanat Deo Ama, yakni: Puru Hogo, Bagga Rae, Jelli Ma, Hanga Dimu, Daba, Banga Liwu, Hole, Hapo, dan Made.
- Settlement Pattern
Pola Kampung
Pola kampung desa Lede Tadu berbentuk radial yang berpusat pada Ammu Kepue dan Pohon Nitas sebagai jantung kampung. Kemudian bangunan lainnya bertambah mengelilingi sekitarnya. Ammu Kepue dan 3 rumah adat lainnya diposisikan berhadapan dengan satu alun-alun kecil untuk tempat upacara warga.
Orientasi
Orientasi rumah di kampung Lede Tadu tak mengikuti arah mata angin atau acuan tertentu selain peletakannya yang mengelilingi rumah-rumah induk.