House of the Seafearer
- AbstractThe Orang Laut, the seafaring people of the Riau Archipelago, have long lived and honed their skills at sea but are now beginning to settle along the island coasts. However, their lives remain closely connected to the ocean, as reflected in their stilt houses, a symbol of resistance to changing times and an eternal longing for the sea.
Orang Laut Traditional Dwelling Slides Gallery Slides Gallery - Architecture
Rumah Pancang
Rumah Pancang adalah jenis rumah tinggal Suku Asli desa Tajur Biru. Ia berbentuk rumah panggung yang berdiri di atas laut dengan kolom pancang. Jenis rumah ini mulai ditinggali oleh Suku Asli sejak tahun 2012, merupakan perpaduan antara bantuan bahan baku rumah dari pemerintah setempat dan adaptasi konstruksi a la Orang Laut.
Struktur
Konstruksi
Konstruksi rumah pancang dikerjakan dengan gotong royong tanpa ritual adat tertentu. Ketika memasang pancang, mereka menunggu air laut surut (tengah malam sampai pagi) sehingga tak ada air yang mengisi lubang pancang. Mereka memancang dengan membentuk kayu menjadi huruf T, lalu sisi horizontal diinjak agar ujung pancang tertanam kukuh di dalam pasir. Pancang tertanam di pasir sedalam 1,5 meter.
Setelah memancang pondasi, bilah kayu lantai dipasang di atas tiap pancang. Sambungan untuk menghubungkan kayu pancang dengan kayu lantai menggunakan paku atau diikat tali. Setelah dek lantai terpasang, menyusul rangka dan bilah dinding yang merekat menggunakan paku.
Kayu pancang menggunakan kayu tahan air yang berasal dari Pulau Temiang. Jenis-jenis kayu yang tahan air lainnya yaitu kayu seraya, resak, meranti, bemanggul, dan mentano. Kayu untuk lantai dipotong berbentuk pipih dan memanjang. Kayu ini tak mesti tahan air karena ketinggiannya terlindung dari deburan ombak, jenisnya antara lain kayu rembulan.
Zonasi
Di bagian depan rumah pancang selalu menghampar teras, pelantar tak beratap, serta tangga yang diikat ke pancang pelantar. Di bagian dalam rumah terdapat satu ruang bersekat berisi tempat tidur. Bagian belakang rumah lebih beragam. Ada yang menjadikannya dapur, bengkel sampan, atau penyimpanan mesin diesel untuk listrik malam hari.
- Social & Culture
Sejarah Lisan
Nenek moyang dua komunitas Orang Laut di Kabupaten Lingga, Provinsi Kepulauan Riau (Suku Asli) dan Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau (suku Duano) sama-sama pernah tinggal di sampan beratapkan kajang. Namun, kini Suku Duano di Indragiri Hilir sudah tinggal di darat. Informasi dan praktik berkajang masih dilestarikan oleh Suku Asli di desa Tajur Biru, Kabupaten Lingga.
Suku Asli yang kini tinggal di wilayah perairan Kepulauan Riau adalah kelompok masyarakat yang sangat terikat dengan laut. Mereka hidup nomaden di laut sebelum mulai berumah pancang di Kampung Baru dan Kampung Air Bingkai sejak tahun 2013.
Sapau
Sebelum mulai berpancang, Orang Laut mempunyai rumah yang disebut Sapau. Sapau adalah sebutan suku Asli untuk pondok sederhana dari kayu dan kajang. Sebuah sapau dibangun untuk fungsi-fungsi sementara. Saat mengeringkan sampan di laut, mereka membangun sapau dan memindahkan seluruh barang dari sampan kajang ke sapau. Kajang pada sampan lalu digunakan sebagai tembok dan atap Sapau.Sapau dapat berdiri di mana saja. Mereka menggunakan kayu dan sulur dari pulau sekitar untuk bahannya. Saat dibutuhkan di darat, sapau akan berdiri tanpa tongkat pancang yang panjang, sedangkan saat di pesisir ia akan berdiri dengan panjang pancang sekitar 2.5 meter.
Pedoman & Ritual
Tradisi Jampe
Orang Laut memiliki keyakinan terhadap ritual dan mantra yang disebut jampe. Corak ritual dapat berbeda di beberapa tempat tergantung pengaruh agama pendatang yang kini dianutnya. Pada praktiknya, jampe Orang Laut berisi atas empat bait kalimat campuran Bahasa Melayu dan Orang Laut.Salah satu fungsinya untuk mengobati luka dengan cara mengusap luka dengan air yang telah dijampe. Jampe juga digunakan untuk doa sebelum melaut agar selamat dalam perjalanan. Salah satu ritual Orang Laut adalah ritual pengusir sial agar terhindar dari penyakit, menghilangkan hantu laut, makhluk yang sering berkeliaran melewati kepala manusia dan membawa penyakit.
Kelahiran
Sebelum datangnya fasilitas kesehatan terpadu, bayi Suku Asli dilahirkan di atas sampan dengan bantuan sepasang bidan suku Asli. Ketika melahirkan di sampan, bidan pertama menadahkan tangannya di depan sang ibu untuk menangkap bayi. Bidan kedua akan memegang pundak sang ibu dari belakang untuk menjaga keselamatannya dan membantu proses pendorongan bayi.Setelah sang bayi lahir, ia segera dimandikan dengan air tawar di jeriken plastik sisi sampan. Menurut kepercayaan suku Asli, bayi yang baru lahir harus disembur dengan air tawar yang telah dimantrai sang bidan agar bayi tersebut tumbuh menjadi orang yang tenang.
Orang suku Asli sudah dianggap dewasa dan diperbolehkan melaut tanpa orang tuanya ketika mencapai usia lima belas tahun dan memiliki sampan hasil jerih payah sendiri. Bukti kedewasaan sesungguhnya adalah keterampilan menguasai diri dan laut. Mereka diharapkan telah memiliki berbagai keterampilan kelautan dan mampu membuat, menggunakan, hingga merawat alat mereka sendiri.
Pernikahan
Ketika zaman bertinggal di sampan, pernikahan Orang Laut dilakukan di atas sampan. Orang Laut boleh menikah dengan individu dari kelompoknya atau kelompok lain yang ditemui saat melaut. Pernikahan disaksikan oleh kerumunan sampan keluarga masing-masing mempelai di tengah laut.Kedua mempelai berada di sampan masing-masing bersama dengan orang tuanya. Kemudian, mereka akan berpindah ke satu sampan sebagai tanda bahwa mereka meninggalkan orang tuanya untuk membangun bahtera baru. Pengantin pria akan memberikan maskawin sebanyak 44 ringgit serta sejumlah barang dan hasil laut sesuai kemampuan.
Saat sudah menetap di rumah pancang, pernikahan orang suku Asli di Kampung Air Bingkai dan Kampung Baru dilakukan di gereja sesuai dengan kepercayaan agama yang mereka anut tanpa ritual khusus. Saat ini, tidak ada syarat tertentu dalam pencarian pasangan, termasuk dalam hal suku.
Kematian
Orang suku Asli yang kehidupannya berawal di laut akan bersemayam di tanah. Sejak zaman bertinggal di sampan, orang suku Asli akan menuju pulau terdekat untuk mengantarkan jenazah ke liang lahat. Di atas bukit pulau yang tidak berpenghuni, makam jenazah dibingkai balok kayu tertutup daun mengkuang membentuk atap, menyimbolkan kajang yang melindungi mereka sepanjang hidupnya. Hingga sekarang, makam beratap kajang menghadap matahari terbit masih lestari.Tatanan
Tatanan Bertinggal
Masyarakat yang menetap di Air Bingkai dan Kampung Baru kampung memiliki ikatan darah. Sebagian orang yang tinggal di Kampung Baru adalah anak-anak atau saudara dekat dari orang-orang di Kampung Air Bingkai yang sudah menikah dengan Orang Laut dari tempat lain, namun ingin menetap dekat dengan Kampung Air Bingkai. Oleh karena itu, komunikasi tetap terjalin di kedua kampung tersebut. - Geography
Kabupaten Lingga
Kabupaten Lingga merupakan salah satu kabupaten yang terletak di bagian selatan Kepulauan Riau dengan ibukota Daik. Terdiri dari 531 pulau besar dan kecil yang tercatat, kurang lebih 100 di antaranya berpenghuni. Selain itu, Kabupaten Lingga terdiri dari 9 kecamatan, 7 kelurahan, dan 74 desa. Salah satu desanya adalah Desa Tajur Biru dalam kota Kecamatan Temiang Pesisir.
Desa Tajur Biru
Sekumpulan rumah Orang Laut di DesaTajur Biru sekitar 15 kepala keluarga. Desa terbagi menjadi dua kampung kecil, yaitu Kampung Air Bingkai dan Kampung Baru. Kedua desa tak terlalu jauh, namun hanya bisa diakses dengan perahu bila sedang pasang.
Untuk kegiatan sehari-hari, masyarakat kedua desa tersebut bergantung pada Desa Tajur Biru. Banyak penadah hasil laut di Desa Tajur Biru untuk Orang Laut menjual hasil tangkapannya. Ada juga depo pengisian bahan bakar untuk keperluan Perahu Ting-Ting dan Pong-Pong. Anak-anak Orang Laut juga bersekolah di SD dan SMP Tajur Biru.
- Symbolic Classification
Dimensi Non-Fisik
Kebutuhan sehari-hari Orang Laut tertata dalam sampan layaknya rumah tinggal masyarakat umum. Rumah yang mereka tempati menyerupai penataan sampan. Cirinya mempertahankan dapur dan ruang utama, sekat yang minimum, dan menyimpan peralatan menyisip pada dinding atau atap. Rumah mereka turut mencerminkan situasi masa bertinggal di atas sampan, yaitu sepertiga bagian massa bangunan dilindungi oleh atap, sementara pelataran depan dan belakang dibiarkan terpapar matahari.
- Settlement Pattern
Pola Kampung
Kampung Air Bingkai dan Kampung Baru memiliki pola linear dengan garis pantai agar tiap rumah dapat langsung mengakses laut. Letak pembangunan rumah bergantung pada kondisi pasir tempat peletakan tiang pancang. Tiang pancang harus ditanam di pasir yang sesuai agar tak bergoyang. Oleh karena itu, letak spesifik rumah-rumah di kedua kampung terkesan tak beraturan.